Yang pasti! Tidak ada seorang manusia pun di muka bumi ini yang sempurna. Manusia adalah tempat salah, dosa, lupa dan khilaf kecuali oleh para Nabi ‘alaihimussalam. Kalau nak hitung agaknya berapa banyak dosa-dosa dan kesalahan yang kita lakukan hari ini, belum lagi hari kelmarin atau hari mendatang. Tidak mustahil tidak mungkin terjerumus ke kancah dosa termasuk dosa-dosa besar yang tanpa kita sedari atau kita buat-buat tidak sedar. Semoga Allah melindungi kita. Demikianlah keadaan manusia yang banyak dinyatakan oleh Allah di dalam Al Qur’an. Diantaranya firman Allah yang bermaksud:
“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.” (An Nisa’: 28)
“Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34)
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam (manusia) pasti sering berbuat kesalahan “Dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang mau bertaubat.” (H.R. Ibnu Majah no. 4251 dan lainnya)
Tidaklah Nabi mengatakan sebaik-baik manusia adalah yang tidak pernah bersalah, kerana tidak ada seorang manusia pun yang maksum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi. Tetapi Rasulullah menegaskan bahwa orang-orang yang bertaubat dan mengakui kesalahan, serta kembali kepada kebenaranlah yang terbaik di antara mereka.
Oleh kerana itu, bila kita terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan kesalahan, maka segeralah bertaubat kepada Rabbul ‘alamin. Allah berfirman yang bermaksud: “Bersegeralah menuju kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada al jannah (syurga) yang seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Ali Imran: 133)
Anjuran untuk Bertaubat
Taubat, tidaklah sebatas usaha seorang hamba untuk memohon ampunan dari Allah, namun taubat ini sekaligus termasuk ibadah agung yang mulia di sisi-Nya kerana perbuatan taubat itu merupakan perintah dari Allah. Sebagaimana Allah berfirman yang bermaksud:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,…” (At Tahrim: 8)
Taubat juga merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah. Allah sangat gembira melihat hamba-Nya yang setiap kali terjebak dalam dosa dan kesalahan ia segera bertaubat dari dosa dan kesalahannya. Sebagaimana sabda Nabi yang bermaksud:
“Sesungguhnya Allah sangat gembira terhadap taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang di antara kalian yang kehilangan untanya di padang pasir kemudian menemukannya kembali.” (H.R. Muslim no. 2747)
Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah mengatakan:
إِنَّ اللهَ تَعَالى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مَسِيءُ النَّهَارِ وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada siang hari, dan Allah membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada malam hari, sampai matahari terbit dari barat.” (H.R. Muslim no. 2759)
Rasulullah sebagai insan uswah hasanah (tauladan terbaik bagi umat Islam) tidak pernah meninggalkan amalan mulia ini, walaupun beliau seorang yang ma’shum. Beliau menyatakan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوا إِلَى اللهِ وَ اسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan beristighfarlah kepada-Nya, sesunggunya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (H.R Muslim no. 2702)
‘Aisyah mengatakan:”Dahulu Rasulullah sebelum wafat banyak mengucapkan:
سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ
“Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya aku memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Nya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikian pula para nabi sebelumnya, walaupun mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah mereka pun bertaubat dan mengajak umatnya pula untuk segera bertaubat. Seperti Nabi Adam dan Hawa, keduanya berdo’a yang bermaksud: “Wahai Rabb-kami, kami adalah orang-orang yang berbuat zalim pada diri-diri kami, kalau sekiranya Engkau tidak mengampuni (dosa-dosa) dan merahmati kami, nescaya kami termasuk orang-orang yang celaka.” (Al A’raf: 23)
Nabi Ibrahim juga berdo’a yang bermaksud: “Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah: 128)
Nabi Hud mengajak kepada umatnya: “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya. nescaya Dia menurunkan hujan yang lebat bagi kalian, dan Dia menambahkan kekuatan kepada kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52)
Nabi Solih juga mengajak umatnya (artinya): “Maka mohonlah ampun kepada Allah, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan (do’a hamba-Nya).” (Hud: 90)
Larangan Berputus Asa Dari Rahmat Allah
Wahai saudaraku ketahuilah, sesungguhnya rahmat Allah itu sangat luas sekali. Allah berfirman yang bermaksud:
“Sesungguhnya rahmat-Ku mencakup segala sesuatu.” (Al A’raf: 156)
Sehingga tidak wajar bagi seorang hamba untuk berputus asa dari rahmat Allah iaitu berupa maghfirah (ampunan) dari-Nya, walaupun dia merasa telah terjatuh dalam sekian banyak dosa dan kesalahan. Siapa yang berputus asa dari rahmat Allah, bererti ia telah menyempitkan rahmat Allah . Padahal rahmat Allah itu amat luas, dan Allah akan mengampuni semua dosa hambanya, bila ia mau bertaubat kepada-Nya. Mari kita perhatikan Firman Allah yang bermkasud: “Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku, yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Az Zumar: 53)
Al Imam Muslim di dalam kitabnya Shahih Muslim no. 2766 meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, sesungguhnya Rasululah pernah menceritakan tentang kisah seorang laki-laki di zaman dahulu (sebelum diutusnya beliau ), yang telah membunuh 99 jiwa manusia dan ingin bertaubat. kemudian orang itu bertanya kepada seorang ahli ibadah, apakah taubatku diterima? Kemudian ahli ibadah itu menjawab: Tidak mungkin diterima. Kemudian dibunuhlah ahli ibadah itu sehingga genaplah 100 jiwa manusia yang telah ia bunuh. Kemudian dia datang kepada seorang ulamak, apakah diterima taubatku? Ulamak tersebut menjawab: Ya, (tentu taubatmu masih boleh diterima). Pada akhir kisahnya, Allah pun mencabut nyawa orang tersebut dalam keadaan diterima taubatnya.
Al Imam Muslim di dalam kitabnya Shahih Muslim no. 2766 meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, sesungguhnya Rasululah pernah menceritakan tentang kisah seorang laki-laki di zaman dahulu (sebelum diutusnya beliau ), yang telah membunuh 99 jiwa manusia dan ingin bertaubat. kemudian orang itu bertanya kepada seorang ahli ibadah, apakah taubatku diterima? Kemudian ahli ibadah itu menjawab: Tidak mungkin diterima. Kemudian dibunuhlah ahli ibadah itu sehingga genaplah 100 jiwa manusia yang telah ia bunuh. Kemudian dia datang kepada seorang ulamak, apakah diterima taubatku? Ulamak tersebut menjawab: Ya, (tentu taubatmu masih boleh diterima). Pada akhir kisahnya, Allah pun mencabut nyawa orang tersebut dalam keadaan diterima taubatnya.
Sehingga maha benar firman Allah , sebagaimana yang terdapat dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:
سَبَقَتْ رَحْمَتِي غَضَبِي
“Sungguh rahmat-Ku telah mendahului kemurkaan-Ku.” (H.R. Muslim no. 2751)
Dan sungguh benar pula berita dari sabda Rasulullah:
لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَبْلُغَ السَّمَاءَ ثُمَّ تُبْتُمْ لَتَابَ اللهُ عَلَيْكُمْ
“Kalau sekiranya kalian mempunyai dosa atau kesalahan sampai memenuhi langit kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian.” (H.R. Ibnu Majah no. 4248, lihat Ash Shahihah no. 903, 1951)
Hakikat Taubat
Taubat itu tidaklah sekadar diucapkan secara lisan saja tanpa disertai hati yang tulus penuh penyesalan.Taubat itu akan diterima oleh Allah bila telah memenuhi syarat-syaratnya.
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi rahimahumullah dalam kitabnya Riyadhu Solihin: “Para ulama mengatakan: Bertaubat dari setiap dosa hukumnya wajib, jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia, maka syaratnya ada tiga:
Petama; hendaknya dia menjauhi maksiat tersebut,
kedua; hendaknya dia menyesali perbuatan tersebut,
ketiga; hendaknya dia bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya. Jika hilang salah satu syarat-syarat tersebut di atas, maka tidak sah taubatnya.
Jika maksiat tadi berkaitan dengan manusia, maka syaratnya ada empat. Yaitu ketiga syarat di atas dan ditambah yang keempat; hendaknya dia membebaskan diri (mengembalikan) hak orang tersebut. Jika berupa harta atau sejenisnya, maka dia harus mengembalikannya ….”
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menambahkan syarat berikutnya, yakni hendaknya taubat itu dilakukan pada waktu-waktu masih diterimanya taubat selama nyawa masih belum sampai di kerongkongan (sakratul maut) dan selama matahari belum terbit dari barat (menjelang hari kiamat).
Allah berfirman yang bermaksud: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang melakukan kejelekan yang hingga apabila datang ajal kepada salah seorang di antara mereka, ia mengatakan: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.” (An Nisa’ : 18)
Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum sampai kerongkongan.” (HR. At Tirmidzi no. 3537, dari sahabat Ibnu umar)
Dan sabdanya:
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim no. 2703)
Wahai saudaraku, sebenarnya hakikat taubat itu dapat mendorong orang yang bertaubat untuk memulai dan memperbanyak amalan-amalan solih. Oleh itu, Allah banyak menggandingkan taubat dengan amal solih di dalam Al Qur’an. Diantaranya firman Allah (yang bermaksud: “Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amalan solih, maka sesungguhnya dia itulah yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Al Furqan: 71)
Keutamaan Taubat
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan keutamaan yang sangat besar kepada siapa saja dari hamba-Nya yang mau bertaubat dan kembali kepada kebenaran, di antaranya:
1. Penghapus dosa dan diganti dengan kebaikan
Allah berfirman (ertinya): “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Maka pasti Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahanmu.” (At Tahrim: 8)
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amalan yang solih, maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqan: 70)
2. Mendapat keberuntungan di dunia dan akhirat
Sebagaimana firman Allah (ertinya): “Bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (An Nur: 31)
3. Mendapat kecintaan dari Allah
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya (ertinya): “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
4. Diturunkannya rezki dan barokah
Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah (ertinya): “Dan hendaknya kalian memohon ampunan dari Rabb kalian dan bertaubatlah kepada-Nya. Nescaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (memperoleh balasan) keutamaannya.” (Hud: 3)
5. Penghalang dari azab Allah
Allah berfirman (ertinya): “Dan tidaklah Allah mengazab mereka, sedang mereka terus beristighfar (memohon ampun).” (Al Anfal: 33)
Sebaliknya, Allah mengancam bagi siapa yang enggan untuk bertaubat kepada-Nya, dengan firman-Nya (ertinya): “Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, nescaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (At Taubah: 74)
Wallahu a'lam
No comments:
Post a Comment